Minggu, 23 Juni 2013

Cerpen: HelloPig Berbagi Cinta

Diposting oleh Happy di 15.38

Cerpen ini dibuat tiga jam saja - karena dikejar deadline, dengan niat untuk mengikuti lomba cerpen bertajuk #K-PopKoplak yang diadakan oleh penerbit mayor dari Jogja, @divapress01. Dengan syarat cerpen harus berlatar dan ber-taste Korea, harus koplak bikin ngakak, aku coba nekat ngirim cerpen ini walaupun belum pernah terpikirkan akan nyemplung ke genre komedi dan belum pernah bikin cerita komedi sebelumnya. Dan the result is, alhamdulillah tidak menang :D Daripada teronggok nganggur dan akhirnya usang dan berdebu di sudut hardisk, dipos disini gapapa kali ya.

HelloPig Berbagi Cinta

“Cub cub biii daaa cubi di dadaa! Cubida cubida syalalalaaaa!!!”
Berulang kali telepon genggam Choi Hwan berteriak nyaring, minta segera diangkat. Namun si empunya masih sibuk memasang gembok berbentuk kepala babi di pohon gembok cinta di halaman Namsan Tower di sisi kiri, bersama Jung Ae Gi, pacarnya yang resmi menjadi miliknya tiga hari yang lalu.
“Babiku, sebaiknya kau angkat telepon itu, sebelum getar ponselmu yang tujuh koma sembilan skala richter itu menumbangkan tower di samping kita. Biar aku yang memasangkan gembok cinta kita,” ujar Ae Gi manja, sambil menghentak-hentakkan kakinya pelan, seperti kuda minta kawin.
Choi Hwan reflek menghentikan kesibukannya, menoleh ke Ae Gi.
“Terimakasih babiku,” ucap Choi Hwan, lantas mengelus kepala Ae Gi pelan. Ae Gi menanggapinya dengan memutar-mutar batok kepalanya seperti Tina Toon di video klip Bolo-Bolo.
“Halo, apa benar ini Choi Hwan? Cucu dari Hang Syang Kung, pemilik peternakan babi terkaya di Seoul?!” suara dari seberang terdengar panik dan tergesa-gesa.
***
“Kakeeeeeeeeeeekkkkkkkkk!” teriak Choi Hwan nyaring, sambil berlari syahdu menuju pembaringan kakeknya di sebuah kamar VIP di rumah sakit Hapdong Medical. Kedua lengan tangannya direntangkan lebar, langkah kakinya lebar dan tinggi.
Ae Gi mengekor di belakang kekasihnya, sambil berjingkat dramatis di atas sepasang stilleto-nya yang tingginya sembilan centi dan enam centi itu.
“Cu-cu-ku,” ucap Hang Syang Kung terbata. Tangan dan kakinya melambai kaku membentuk gelombang, seperti ikan kehabisan air, menggelepar ngeri.
“Hidup-ku tak a-kan la-ma la-gi,” jeda, “kau harus segera me-ni-kah, cu-cu-kuu. Ha-russs.”
“Baiklah. Aku sudah punya pacar, Kakek. Tak akan lama lagi, aku penuhi wasiat Kakek,” ucap Choi Hwan pilu. Jemarinya menggenggam ke dua bahu kakeknya, erat.
“Aku tak peduli siapa pacarmu!” tukas sang kakek tiba-tiba, menggelegar.
“Satu hal yang harus kau tahu dan kau patuhi, cucuku. Calon istrimu haruslah seorang babi. Ha-russs!”
“B-baik, Kakek,” jawab Choi Hwan pasrah.
Di belakangnya, tubuh Ae Gi mendadak lemas.
“Ah, bukan, cucuku. Maksudku, dia harus seorang wanita yang mencintai babi, seperti babi. Tubuhnya; haruslah seksi dan montok nan menggoda. Warna kulitnya; haruslah putih semu merah muda. Hidungnya mungil namun tajam penciumannya. Dan jika dia berjalan, seluruh isi dadamu pasti kan bergetar tak tahan melihat tingkah gemulainya. Kau mengerti, cu-cu-ku?!”
“Sangat mengerti, Kakek! Aku sudah menemukan babi itu!” sahut Choi Hwan bahagia.
“A-ku ha-rus se-ge-ra per-gi. Ja-di-lah cu-cu yang ba-ik, Choi Hwan! Ji-ka ti-dak, a-ku a-kan kem-ba-li dan meng-han-tu-i-mu!” ucap Hang Syang Kung untuk yang terakhir kalinya.
Tubuh renta itu mendadak lemas, lepas dari cengkeraman Choi Hwan. Matanya mengatup perlahan. Bibirnya membulat, lubang hidungnya mengembang. Dia kembali dalam damai. Dengan ribuan malaikat babi yang mengawalnya.
“Akhirnyaaaa!” teriak Choi Hwan bahagia.
“Kita akan segera menikah, babi seksiku!” pekik Choi Hwan sambil memeluk Ae Gi.
“Tak lama lagi. Aku akan melamarmu, membawa selusin babi terseksiku sebagai persembahan untuk orang tuamu!” seringai Choi Hwan lebar.
***
Dua minggu sejak peristiwa di rumah sakit Hapdong Medical.
 “Ku tunggu hadirmu di dekat Namsan Tower jam delapan pagi ini, di pohon cinta kita. Jangan terlambat, Jung Bi Gi!”
Ae Gi yang sedari tadi bahunya naik turun memeluk boneka babi pemberian Choi Hwan – menangis terseok-seok, tersentak membaca sms yang masuk ke inboxnya.
“Dwaeji,” pelan Ae Gi membaca nama pengirimnya.
Dwaeji[1]! Babi! Babiku! Choi Hwan-ku! Apakah dia sudah berubah pikiran? Apakah kata-kata putusnya kemarin sore hanyalah ilusi? Ataukah kemarin dia sedang bersandiwara? Ah, pasti kemarin dia terlalu banyak minum soju[2]! Batin Ae Gi antusias sambi menyeka ingusnya dengan selimut. Srooottt!!!
Sampai lima kali Ae Gi membaca ulang sms itu, meyakinkan bahwa pesan itu benar dari Choi Hwan untuk dirinya. Hampir saja bibir mungilnya merekah indah, ketika dia menyadari satu hal.
Jung Bi Gi? Bukankah namaku Jung Ae Gi. Apakah Hwan hilang ingatan? Ah! Jangan-jangan gara-gara aku melemparinya dengan segumpal salju kemarin?! Tapi kan aku melemparnya hanya tiga belas kali! Tak mungkin separah itu... Batin Ae Gi bertanya-tanya, gusar. Tangannya memilin-milin hidung boneka babinya cepat. Gundah bin gulana. Nama yang tertulis di pesan singkat itu mengingatkannya pada seseorang.
Kalau begitu, pasti dia hanya salah ketik. Atau masih terpengaruh soju. Ya, pasti begitu. Ae Gi meyakinkan dirinya.
Aku harus segera bersiap!
Srooottt!!! Ae Gi menyeka ingusnya sekali lagi.
***
Di sisi kanan Namsan Tower, pagar dengan ribuan gembok menggantung acak namun indah. Tinggal beberapa langkah lagi – di sisi kiri Namsan Tower, Ae Gi sampai di pohon cemara gembok cintanya dengan Choi Hwan.
Sekilas Ae Gi melempar pandangannya ke sekitar, ke pagar yang penuh dengan berbagai bentuk gembok. Tak didapatinya sosok Choi Hwan. Ke barisan pohon cemara warna-warni – pohon gembok, kosong. Hanya bulir-bulir salju yang masih nyaman menempel di ribuan gembok dan di sepanjang lantai yang diinjaknya. Mengingatkan Ae Gi pada pohon natal.
Ae Gi menajamkan penciumannya. Lubang hidungnya mengembang kempis dengan begitu cepat. Bibir mungilnya monyong beberapa centi seperti ikan koi. Sungguh pemandangan yang sangat eksotis, menggairahkan. Apalagi yang dia cari kalau bukan aroma kaus kaki Choi Hwan yang sudah bolong bagian jempolnya itu! Sepertinya radarnya berfungsi dengan baik. Ae Gi melangkah pelan, mengikuti suara hati hidungnya.
“Choi Hwaaaaaannn!!!” teriak Ae Gi kencang. Ke dua telapak tangannya membentuk corong di depan mulutnya.
Sejurus gembok-gembok bergetar, menghasilkan gemercing yang sungguh syahdu mendayu-dayu. Bahkan ada beberapa gembok yang berjatuhan lepas dari tempatnya. Salju-salju yang tadi nyaman bersantai di atasnya luruh begitu saja. Kaca Namsan Tower yang tingginya 236 meter pun turut beresonasi dengan suara  Ae Gi.
***
Di satu lantai di bawah observatorium – bagian paling atas dari Namsan Tower, di sebuah restoran yang terlihat eksklusif, Choi Hwan tengah duduk di sudut restoran, menggenggam tangan seorang gadis yang duduk di sampingnya. Jung Bi Gi.
Jempol kaki Choi Hwan tiba-tiba bergerak cepat, gemetar, seiring dengan bergetarnya dinding kaca Namsan Tower.
“Radar itu!” bisik Choi Hwan perlahan, lebih kepada dirinya sendiri.
“Ada apa, goyang-i[3]?” gadis dengan kaus bergambar hello kitty dan tas dengan bentuk kepala hello kitty itu bertanya, resah.
“T-tidak pa-pa, Bi Gi,” ucap Choi Hwan menenangkan. Tangannya secara reflek melepaskan genggamannya dan menarik-narik ujung kausnya. Jempol kakinya bergetar lebih cepat – membuat kedua lengan kakinya terlihat bergetar. Merobek kaus kakinya lebih dalam dan lebar.
“Kamu kedinginan?”
Choi Hwan menggeleng cepat, membuat peluhnya menetes deras. Mengalir, membasahi lantai di bawahnya, membentuk genangan kecil menyerupai bentuk hidung babi.
“Kita belum jadi menautkan gembok cinta kita, Choi Hwan. Mari kita turun dan menyatukan gembok ini di cemara itu, menyatukan cinta kita,” ucap Bi Gi sambil mengedipkan matanya cepat, membuat bulu mata pasangannya yang lebat menyerupai kipas itu melambai naik turun. Jemari dengan kuku-kuku panjangnya itu memainkan sepasang gembok berbentuk kepala hello kitty.
Getaran di jempolnya semakin terasa. Choi Hwan tidak tahan. Kedua kakinya menghentak keras ke lantai. Menimbulkan cipratan dari genangan hidung babi yang dihentaknya.
“Aku harus pergi, kucingku!” pekik Choi Hwan kepada Bi Gi.
Namun belum sempat Choi Hwan melangkah, tubuhnya terhuyung ke belakang, terjungkal. Dia terpeleset genangan yang terbentuk dari keringatnya sendiri.
“Kucingku!” Bi Gi sontak bangkit, hendak menolong kucing yang ditemukannya kemarin sore itu.
Namun, nasibnya tak jauh beda dengan Choi Hwan. Wedges dua belas centi-nya menginjak rok panjang rumbai-rumbainya. Keseimbangannya pun sirna. Bi Gi pasrah menyusul Choi Hwan. Badannya tumbang ke depan, menimpa Choi Hwan. Mereka berpelukan di lantai.
“Babiku!!!” tiba-tiba terdengar sebuah teriakan, mengagetkan seluruh pengunjung restoran.
Kedua makhluk yang tengah berpelukan di lantai sontak bangkit berdiri. Jempol kaki Choi Hwan lagi-lagi bergetar hebat. Perasaannya menangkap hawa mengkhawatirkan.
“Apa maksud semua ini, Choi Hwan!” Ae Gi tiba-tiba sudah menyeruak masuk di kerumunan yang melingkari Choi Hwan dan Bi Gi.
“Jadi ini alasanmu memutuskan hubungan kita!?”
“Heh, kucing garong! Apa maksudmu memeluk pacarku di lantai seperti itu?! Menjijikkan! Seperti kucing kampung!” teriak Ae Gi kepada Bi Gi nyaring.
“A-Ae Gi! Maafkan aku, sahabat. Aku tak bermaksud merebut pacarmu. Hanya saja, bukankah kita telah berjanji, akan selalu bersama, punya visi dan misi yang sama, tujuan bersama, apapun yang akan menimpa HelloPig nantinya,” ucap Bi Gi pelan.
Bi Gi bangkit kemudian mendekati Ae Gi dan memeluknya.
“Kau ingat, Ae Gi? Saat kita mengikrarkan sumpah pertama kita. Untuk membentuk girl band yang hebat, yang dahsyat, yang seksi nan menggoda seperti kucing dan babi. Yang heboh, cetar membahana. Kau ingat itu, Ae Gi?!” pekik Bi Gi sambil meremas kedua lengan Ae Gi dan menggoyang-goyangkannya keras.
Kepala Ae Gi berputar hebat seperti Tina Toon akibat perilaku Bi Gi. Bi Gi membaca itu sebagai sebuah anggukan.
“Dan kau masih ingat, kan, visi misi HelloPig?!”
Sontak keduanya berdiri tegak. Kedua lengan mereka bersatu. Jemari kiri Ae Gi menggenggam jemari kanan Bi Gi. Begitu pula sebaliknya. Terbentuklah sebuah lengkungan menyerupai gapura, persis seperti pemain “ular naga panjangnya”.
“Janji suci HelloPig! Satu! Berjanji akan menjadi girlband Korea paling cantik, hebat, dahsyat, dan cetar membahana! Dua! Tetap setia mencintai kucing dan babi, terutama Hello Kitty dan Piglet! Tiga! Satu hati sampai mati, satu visi, misi, tujuan, dan masa depan! Empat! Belum terpikirkan, dan bila ada revisi akan diberitahukan secepatnya di lain kesempatan!” ucap mereka berdua sambil menggoyang-goyangkan pinggul mereka.
Sekejap suasana restoran senyap. Para pengunjung dibuat terpana. Tak terkecuali Choi Hwan.
“Kau masih ingat janji itu, syukurlah,” desah Bi Gi lega, penuh haru. Kedua matanya berkaca-kaca.
“Itulah mengapa aku mengencani pacarmu, Ae Gi. Aku tak ingin melanggar janji suci kita. Bukankah kita masih satu tujuan, satu masa depan?”
Bibir Ae Gi menganga lebar. Intuisi babinya menguap begitu saja.
“Kami sudah berjanji untuk segera menikah, Bi Gi! Apa yang harus aku lakukan?!” Rintih Ae Gi pedih.
“Aku tak ingin mengkhianati kakek. Aku pun tak ingin mengkhianatimu.”
“Tetaplah menikah, Ae Gi. Jangan pedulikan aku,” ucap Bi Gi pelan.
“Jika kau memang tega mengkhianati janji suci kita,” lanjut Bi Gi.
Lagi-lagi bibir Ae Gi menganga lebar. Aku telah melakukan kesalahan yang sangat besar! Batin Ae Gi. Belum sempat Ae Gi menanggapi, sesosok makhluk yang dari tadi mereka perebutkan angkat bicara.
“Apa yang kalian bicarakan?! Mengapa ada  babi dan kucing di sini?! Apa!? Kalian kembar tapi beda!? Astaga, Kakek, kau menepati janjimu untuk datang menghantuiku?!” Choi Hwan mengigau berantakan. Tangannya melambai-lambai ke angkasa seperti penari tahiti dari Hawaii.
Sekejap saja, sosok tinggi besar putih tampan dan agak cantik itu kembali terkulai ke lantai. Pingsan.
“Babiku!”
“Kucingku!”
Ae Gi dan Bi Gi berteriak bersamaan. Mereka menghambur ke Choi Hwan, berebut memeluknya.
“Stop! Hentikan!” teriak Choi Hwan tiba-tiba.
Sontak Ae Gi dan Bi Gi mengurungkan niatnya.
“Segera bawa aku ke Hapdong Medical, karena aku akan koma selama dua puluh empat jam. Aku hanya bisa sembuh setelah kalian bersatu kembali,” desah Choi Hwan lirih kepada Ae Gi dan Bi Gi.
“Kekuatan babi dan kucing kalian akan membangunkanku dan membawa keajaiban,” ucap Choi Hwan lagi untuk yang terakhir kalinya, sebelum akhirnya koma menjemputnya.
***
Pagi harinya di Nami Island. Pulau yang menjadi bagian dari kota Chuncheonsebuah kota yang terletak disebelah barat Seoul – itu tampak ramai. Di salah satu sisi pulau yang bentuknya seperti mangkuk itu, di deretan panjang pohon pinus tanpa daun yang membentuk lorong panjang, berdiri sebuah panggung yang terbuat dari tumpukan salju maha megah. HelloPig melakukan konser amal besar-besaran!
Penonton bebas menikmati koreografi dan suara mereka yang syahdu nan aduhai memikat, tanpa harus membeli tiket. Namun tentu saja mereka tetap harus membeli tiket untuk masuk ke Namira Republic ini, menukarkan uang 8000 won mereka dengan selembar visa entry di loket imigrasi.
Lima menit lagi konser di mulai. Panggung sudah berdiri megah. Tampak di sisi kanan panggung penuh dengan boneka salju berbentuk babi, dan di sisi kiri panggung penuh dengan boneka salju berbentuk hello kitty. Di tengah panggung di sisi belakang, berdiri menjulang sebuah patung es yang sangat artistik. Tiap lekuk pahatannya seolah memancarkan aura yang mempesona. Apalagi kalau bukan patung Choi Hwan dengan kaus kaki bolongnya!
“Cub cub biii daaa cubi di dadaa! Cubida cubida syalalalaaaa!!!”
Musik mengalun dengan dahsyatnya, disusul dengan lenggokan menggoda dari Jung Ae Gi dan Jung Bi Gi. Gerakan kaki mereka liar tapi seksi, seperti seekor kucing kelaparan. Sedangkan bahu dan dada mereka bergerak membentuk gelombang. Sungguh menggoda, seperti gelambir seekor babi yang sedang berlari.
Kau teman yang selalu saja sejalan dan aw aw!
Selalu ada bersama aw aw!
Teman sejati takkan pisah selamanya
Semua takkan bisa menjadi menjadi nyata aw aw!
Jika kita tak bersama aw aw!
Selalu percaya dan yakinkan semua
Kau menghapuskan setiap luka
Mengingatku tentang mimpi terpendam
Agar semua kan menjadi nyata!
Satukan hati dan tersenyum
Yang ada ceria genggam tanganku
Yakin bisa mengalahkan dunia
Kau teman yang selalu saja sejalan dan pastikan
Selalu ada bersama aku kamu
Teman sejati takkan pisah selamanya!
Aw aw aw aw aw!!![4]
Mereka bernyanyi dengan sungguh sangat indah dan menyentuh hati. Semua pengunjung terbawa suasana. Boneka-boneka salju dan patung es pun ikut meleleh, luluh mendengarkan nyanyian mereka. Mereka semua menangis dalam gembira!
Tanpa mereka berdua sadari, tak jauh dari panggung yang kini telah luluh lantak dan mencair, di satu sisi di bawah pohon mapple yang daunnya kemerahan itu, tampak puluhan bayangan mistis babi melayang-layang, menari-nari mendengarkan lantunan merdu mereka. Kakek Hang Syang Kung dan pasukan babinya.
***
Malam harinya, kedua sahabat itu secara bersamaan mendapatkan pesan singkat dari Choi Hwan. Mereka yang sedang sibuk menghitung saweran yang mereka dapat dari pengunjung konser, sekejap saja memekik histeris.
“Choi Hwan sudah sadar dari komanya!”
“Hai, gadis-gadisku. Aku tunggu kalian di puncak observarium Namsan Tower!”
Mereka bertukar pandangan. Berdialog dengan hati masing-masing. Malam ini adalah malam penentuan!
***
Ae Gi terlihat cantik dengan gaun pink mininya di tengah musim dingin Seoul. Telinganya memancarkan cahaya putih, pantulan dari anting-anting berbentuk hidung babinya. Sedangkan Bi Gi mengenakan jump suit dengan motif tutul macan. Keduanya kompak mengenakan alas kaki kebanggaan mereka: stilleto berwarna perak, sisi kanan setinggi sembilan centimeter dan sisi kiri enam centimeter. Langkah mereka gusar mencari-cari.
Di mana Choi Hwan?!
Tak butuh waktu lama bagi Ae Gi menemukan sosok Choi Hwan. Radar hidung babinya mencium aroma kuat dari kaus kaki Choi Hwan. Di sisi seberang mereka!
“Choi Hwan...,” sapa sepasang gadis itu, yang dari tadi berdiri rikuh di belakang sosok lelaki itu.
Choi Hwan yang tengah berdiri memandang ke kejauhan kota Seoul dari ketinggian 236 meter itu sontak berbalik badan. Dia sudah mengetahui keberadaan gadis-gdis itu beberapa menit yang lalu. Radar jempol kakinya yang memberitahunya.
Seuntai senyum melebar dari bibir Choi Hwan. Kedua lengannya membuka lebar. Ae Gi ingin berlari ke dada bidang itu, begitupun Bi Gi. Keduanya pun mengurungkan niatnya.
“Aku sudah menemukan jalan keluar, gadis-gadisku,” kata Choi Hwan melipat lengannya di depan dada. Memandangi manik mata kedua gadis itu dengan dalam.
“Dalam komaku, kakek mendatangiku. Dia bercerita banyak kepadaku. Terimakasih karena kalian telah mengadakan konser amal di Nami Island demi kesembuhanku,” ucap Choi Hwan sambil memejamkan matanya.
“Bukankah kita semua telah menguncikan gembok cinta kita di bawah sana, gadis-gadisku!”
“B-bagaimana kau tahu, kucingku?” tanya Bi Gi terperangah. Memang, malam harinya sebelum konser amal itu, dia telah menautkan gembok hello kitty miliknya dan Choi Hwan secara diam-diam.
“Tinta takdir sudah tertorehkan. Tak ada yang bisa menghapuskan. Kita semua tak bisa melawan. Kakek berkata kepadaku, minggu depan aku harus segera menikah,” ucap Choi Hwan lagi, sambil memandangi dua gadis di depannya yang berdiri miring akibat sepatunya itu.
Ae Gi dan Bi Gi harap-harap cemas. Siapakah yang akan di pilih Choi Hwan? Sedangkan tadi katanya, tinta takdir sudah ditorehkan.
Ah, aku tidak siap. Pastilah Ae Gi yang akan di pilih. Bukankah dia yang lebih dahulu menautkan gembok cintanya? Lebih baik aku pingsan saja. Batin Bi Gi.
“Jangan pingsan dulu, Bi Gi!” ucap Choi Hwan tiba-tiba.
“Kakek mewasiatkan padaku... Agar aku... Menikahi...”
Sunyi. Senyap. Tiba-tiba semua pengunjung observarium memandang ke arah Choi Hwan, ikut menanti kalimat yang akan dikeluarkan olehnya.
“Aku harus menikahi kalian berdua. Minggu depan. Tepat pukul tiga dini hari. Di halaman Namsan Tower, di dekat pohon gembok cinta.”
“Apa!?” Ae Gi dan Bi Gi memekik bersamaan. Kedua kaki mereka sama-sama menghentak, dan kepala mereka berakrobat Tina Toon.
Choi Hwan sadar ini adalah keputusan yang berat untuk kedua gadis di depannya itu. Baru saja dia hendak berkhotbah meminta maaf, tiba-tiba saja kedua gadis di depannya menghambur berpelukan.
“Kita akan menjadi keluarga yang bahagia! Syukurlah, janji suci kita terlaksana!” ucap mereka haru sambil menangis bahagia.
“Kami mencintaimu, Choi Hwan!” ucap mereka sambil menghambur ke pelukan Choi Hwan.
Choi Hwan membanting napas dengan lega, sambil mengeratkan pelukannya ke kedua gadis itu.
“Besok pagi kita adakan konferensi pers!” pekik Ae Gi dan Bi Gi bebarengan.
***




[1] babi
[2] Minuman keras khas Korea
[3] kucing
[4] Lirik lagu Super Girlies: Hari-Harimu

3 komentar:

Web Developers Delhi on 9 Januari 2015 pukul 18.13 mengatakan... [Balas]

Very great post. I simply stumbled upon your blog and wanted to say that I have really enjoyed browsing your weblog posts. After all I’ll be subscribing on your feed and I am hoping you write again very soon!

Mobile App Developers on 23 Oktober 2015 pukul 18.08 mengatakan... [Balas]

Hi, Really great effort. Everyone must read this article. Thanks for sharing.

Learn Digital Marketing on 21 September 2017 pukul 18.16 mengatakan... [Balas]

It was very useful for me. Keep sharing such ideas in the future as well. This was actually what I was looking for, and I am glad to came here! Thanks for sharing the such information with us.

Posting Komentar

Kolom coret-coret ^_^

 

H A P P Y Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template and web hosting Graphic from Enakei